Langsung ke konten utama

Ayah Ajari Aku Sholat



           
Kembali teringat memori yang telah usang di saat aku selalu bersama dirinya. Memori ini tak bisa aku buang begitu saja karena sosoknya yang selalu menemani keseharianku. Sudah 18 tahun lamanya keseharianku tak ditemani lagi oleh dirinya. Semenjak aku meninggalkan tempat ini, tak ada yang berubah  sedikitpun tentang nya beserta rumah ini. Dekorasi tempo dulu masih tetap menghiasi rumah ini dan foto-foto diriku bersama dirinya masih terpampang rapi di lemari yang telah berdebu. Salah satu ruangan menjadi tempat yang sangat berkesan bagiku, di ruang sholat ini Ayah selalu menghabiskan waktunya, mulai dari sholat, berzikir, mengajar dan mengaji. Ketika aku beranjak menuju ruang sholat aku melihat kembali kenangan-kenangan itu. Disaat itu aku merasakan bagaimana sentuhan dan pelukannya menghangatkan diriku. Kini tetes air mata yang terasa dingin membasahi pipiku, walau aku tahu tangisan tak akan mengembalikan diri Ayah dihadapanku lagi.
“Apa yang Ayah lakukan di ruangan ini? Mengapa Ayah selalu menangis di ruangan ini? mengapa Ayah selalu berdiam diri di ruangan ini? Ayah, Ayah, Ayah”. Tanyaku setiap hari di ruangan ini dengan wajah yang begitu polos ketika aku masih berumur 4 tahun.
”Ayah selalu berada di ruangan ini  karena Ayah melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu sholat lima waktu, Ayah selalu menangis di ruangan ini karena Ayah selalu mengingat dosa-dosa Ayah, Ayah berdiam diri di ruangan ini karena Ayah ingin merasakan ketenangan.” Jawab Ayah sambil memelukku di pangkuannya.
“Ayah, Apakah aku bisa melakukannya?.” Tanyaku kembali kepada Ayahku.
“ Tentu bisa Nak, hal ini akan menjadi kewajibanmu sebagai seorang muslim.” Ucap Ayah sembari mengelus-ngelus kepalaku.
“Kalau begitu Ayah, ajari aku sholat.” Ucapku sambil memeluk dan mengkecup kening Ayahku dengan senyuman yang begitu lebar.
“ Sungguh mulia hatimu Nak. Ayah janji kalau Alif bisa menghafal gerakan sholat yang Ayah ajarkan, Ayah akan membelikan Alif sajadah yang baru.” Ucap Ayah sambil tersenyum kepadaku.
Di ruangan ini Ayah selalu mengajariku tentang agama, memang kehidupan agama sangat melekat pada diri Ayah, cahaya keimanannya terlihat dari wajahnya yang bersinar begitu cerah karena air wudhu yang selalu membasahi seluruh wajahnya, dan di dahinya terdapat dua titik yang menghitam karena sering melakukan sujud saat sembahyang. Setiap malam Ayah selalu melantunkan ayat suci al-quran, hal itu membuat hatiku menjadi tenang saat mendengarnya.
Latihan sholat aku lakukan dengan penuh semangat di ruangan ini, aku tak sabar lagi memperoleh sajadah yang baru dari Ayahku. Setelah berbagai gerakan sholat aku hafal, Ayah menyuruhku menghafal doa-doa yang ada dalam gerakan sholat. Hal itu sangat sulit aku hafalkan, namun ayah selalu memotivasiku tanpa ada rasa mengeluh dari dirinya. Saat ayah lupa mengajariku gerakan sholat dan hafalannya, aku selalu berinisiatif mengingatkannya disaat ia terlelap maupun beristirahat di belakang rumah. Aku ingat dengan perkataan yang selalu aku keluarkan dari mulut mungilku.
”Ayah,Ayah ajari aku sholat.” Ucap ku kepadanya saat ia tengah beristirahat. Walaupun aku tahu ia sangat lelah karena pekerjaannya yang sangat menguras tenaga, aku selalu memaksanya untuk mengajariku. Kadang kala aku marah jika Ayah tak segera mengajarkan gerakan sholat.
“Ia, Nak boleh Ayah istirahat sebentar.” Ucap Ayah sembari berbaring di kursi sofa.
“Aku maunya sekarang Yah.” Ucapku sambil memperlihatkan wajah yang jutek seperti anak-anak biasanya.
Ayah beranjak bangun dari kursi sofa dan menuju keruang sholat, aku bermanja ria dengan Ayahku. Aku mulai melantunkan doa-doa berserta gerakan sholatku layaknya sholat 5 waktu sungguhan. Tinggal hafalan doa diantara dua sujud yang belum aku hafalkan, namun aku terus berusaha menghafalnya dengan cara melakukan 3 kali latihan gerakan sholat, akhirnya aku berhasil melafalkan doa diantara dua sujud, sampai di bagian pengucapan salam. Setelah selesai aku langsung memeluk diri Ayah yang masih setia menungguku di sudut ruangan.
“Ayah, Aku berhasil Yah.” Ucapku dengan nada yang gembira.
Ayahku tersenyum dan menyuruhku menunggu di ruang sholat, Ayah pergi kedalam kamar untuk mengambilkan sajadah yang baru untukku. Terlihat sebuah kotak pembungkus sajadah dihiasi dengan pita yang berwarna biru membuat kado sajadah menjadi lebih cantik. Aku pun memberi kecupan kasih sayang kepada Ayah di pipinya.
“Alif, ini hari terakhir Ayah mengajarkanmu gerakan sholat.” Ucap Ayah sambil memberikan senyuman.
“Kenapa, Ayah?.” tanya ku kepada Ayah.
“ Kan Alif udah tau tata cara sholat, masa Ayah ngajarin lagi.  hadiahnya udah kamu dapat juga kan.” Ucap Ayah sambil mencubit hidungku.
“ Oh, ia Yah jadi aku udah bisa kayak Ayah jadi imam saat sholat kan Yah. Terima kasih hadiahnya Ayah,sajadahnya bagus banget Yah.” Ucapku sambil tertawa.
Ayah hanya menggelengkan kepalanya dengan sedikit senyuman, ia memelukku dengan erat seperti tak ingin melepaskan ku.
Waktu magrib telah tiba seperti biasa Aku, Ayah dan Ibu melaksanakan sholat berjamaah di ruang sholat. Saat aku ingin menjadi imam, Ibu melarangku katanya umurku belum cukup untuk menjadi imam sehingga Ayahku yang menjadi imam saat sholat Magrib. Rakat demi rakaat, aku ikuti dengan khusyuk sampai di rakaat terakhir. Setelah mengucapkan salam tiba-tiba Ayah langsung  berbaring di atas sajadah, tangan Ayah terlihat memegang dada kirinya dan Ayah mengeram kesakitan.
Beberapa detik telah berlalu, mata Ayah tertutup seperti orang yang sedang tertidur. Air mata ibu tak dapat terbendung lagi sehingga tumpah membasahi seluruh pipinya. Aku dan ibu berusaha membangunkannya, namun Ayah tak kunjung terbangun dari tidurnya. Saatku sentuh tubuh Ayah, tubuhnya terasa dingin di kulitku tak seperti biasanya yang terasa begitu hangat saat menyentuhku, dan  wajahnya telihat pucat.
“Ayah, Ayah, bangun Ayah.” Ucapku sambil mengerakan tubuh Ayah.
“Ada apa dengan Ayah, Ibu?” tanyaku kepada ibu dengan tatapan kebingungan.
“Ayah sedang tertidur, Nak”.Ucap Ibu dengan tangisan yang tersedu-sedu.
Aku baru mengetahui apa maksud perkataan ibu ketika aku sudah mulai beranjak dewasa. Ternyata Ayah tertidur untuk selamanya, ia pergi ke surga meninggalkan kami berdua. Tuhan begitu cepat memanggilnya, padahal diumur yang seperti itu aku belum siap hidup tanpa seorang Ayah. Mungkin tuhan sangat menyayangi Ayahku sehingga ia cepat mengambilnya dari pelukanku. Di saat itulah aku terakhir menatap wajahnya, dan belajar sholat dengannya.
“Aku sangat berterima kasih padamu Ayah berkat engkau mengajariku gerakan sholat aku bisa menjadi imam dalam keluargaku. Ayah hanya ini yang bisa aku ucapkan padamu semoga engkau tenang di alam sana. Ayah aku yakin suatu hari nanti aku akan bertemu denganmu lagi. Ayah tak ada yang bisa menggantikanmu, aku selalu menyayangimu dan akau selalu mencintaimu  ” Ucapku dalam hati sembari berdiri di depan pintu ruangan sholat.
TAMAT
Aisyah Rokhimah

Komentar