Di sebuah desa terpencil, tepatnya
di Desa Tou-Tou ,Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Hiduplah seorang anak
yang memiliki sebuah mimpi yang sangat besar yaitu menjadi seorang presiden,
dia adalah Tris. Tris merupakan seorang anak yang berumur 12 tahun, Tris masih duduk
di bangku kelas 6 SD. Dia memiliki rambut hitam, kulit sawo matang , kurus dan
pendek. Tris memiliki 2 orang teman laki-laki dan 1 orang perempuan. Yang
pertama bernama Dilo, Dilo merupakan orang yang sangat sering memenangkan
perlombaan , yaitu lomba makan kerupuk, dia memiliki mata cipit, rambut cepak,
badan gendut dan kulit putih,dia memiliki hobi makan. Dilo masih memiliki garis
keturunan China. Yang kedua si atlet dari SD Petang Timur namanya Lore, ya dia
jago dalam urusan olahraga di sekolah Tris, Lore memiliki cita-cita menjadi
pemain sepak bola di tingkat Internasional setara dengan Lionel Messi. Dan yang
terakhir teman Tris yang paling cantik namanya Rita. Rita orangnya cerewet dan
memiliki kulit hitam namun dia berwajah manis, dia juga perhatian sama teman
–temannya.
Setiap hari Tris dan Kawan-kawan
berjalan kaki menuju sekolah. Mereka selalu bernyanyi lagu kebanggaan mereka
yaitu Posisani untuk menghilangkan rasa lelah saat berjalan kaki. Tris dan
kawan-kawan harus melewati jembatan gantung yang hanya memiliki satu tali
pegangan yang letaknya di sebelah kiri.
“ Adoh, so jam berapa ini ee?.”
Tanya Tris kepada kawan-kawannnya.
“ 10 menit lagi jam 7.” Ucap Lore sambil
melihat kearah jam tangannya.”
“ Anjo lari kita, nanti terlambat.”
Ucap Tris.
Mereka semua pun segera bergegas
menuju sekolah, untung saja saat bel berbunyi Tris dan kawan-kawan sudah tiba
di kelas. Sehingga mereka masih memiliki kesempatan untuk belajar dengan
kawan-kawan lainnya.
“ Syukur tidak lambat lee, tapi capek
sekali saya . Baru itu sa pe roti jatuh dijalan, gara-gara komiu itu Lore.”
Ucap si Dilo sambil memakan cemilan.
“ E, Dilo makanan terus komiu pikir,
pikir itu pendidikan, kalau komiu pikir terus makanan yang jatuh tadi, terlambat komiu itu pi sikola.”
Ucap Lore dengan nada dan tatapan sinis.
“ Sudah – sudah e malu, ini sikola.
Ba kalae terus saja kamu dua. E disini ini tempat mengembangkan kecerdasan,
kalau mau baku adu pi ke padepokan silat saja kamu dua itu.” Ucap Rita sambil
memegang pensil.
Prok –prok... terdengar suara
langkah kaki dari kejauhan menuju kelas Tris.
“Assalamualaikum anak-anak.” Ibu
guru mengucapakan salam kepada murid-murid.
“Waalaikumsalam.” Jawab Murid-murid
“
E, komiu kasih sembunyi dulu itu makanan, diliat ibu nanti.” Ucap Lore
sambil merampas makanan Dilo dan menyembunyikannya di laci. Namun Dilo malah
memukul lengan Lore.
“ Kenapa itu yang dibelakang,
ribut-ribut.” Tanya Bu guru sambil menunjuk kearah Dilo dan Lore.
“ E. , tidak Ibu ada nyamuk tadi
jadi dia pukul saya.” Ucap Lore sambil terbata-bata.
Hari ini Ibu guru membawakan mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Ibu guru bertanya kepada mereka satu per satu. Diawali dari
anak yang paling depan. Dan sekarang giliran si Tris.
“Ya Tris, siapa itu Chairil Anwar?.”
Tanya Ibu guru.
“ Chairil Anwar adalah seorang penyair
yang terkenal di Indonesia, dia memiliki karya. “AKU” merupakan puisi Chairil
Anwar.” Ucap Tris.
“Ya cerdas kamu Tris .” Ucapa Bu guru.
Giliran demi giliran terlewati, tak
lama kemudian Ibu guru menuju kebangku Dilo.
“Dilo, ada pantun yang berbunyi
berakit-rakit dahulu, berenang-renang ketepian,bersakit-sakit dahulu ...
lanjutkan.” Suruh Bu guru.
“E anu Ibu, bersembuh-sembuh kemudian.”
Ucap Dilo dengan pedenya dan murid-murid mentertawainya.
“ E,saya Ibu”. Lore mengacungkan
tangan.
“Ya kamu.” Ibu guru menunjuk ke arah
Lore
“Bersakit-sakit dahulu berobat
kemudian.” Ucap Lore, sontak anak –anak lain meneriaki huu bersama-sama.
“Sudah-sudah berhenti anak-anak. Yang
betul itu bersenang-senang kemudian.” Ucap Bu guru.
Jam menujukan pukul 10.45, kentongan besi dipukuli
sebagai tanda waktu istirahat telah dimulai, sebelum mengakhiri pelajaran Ibu
guru memberikan tugas kepada murid-murid untuk mengerjakan tugas menulis,
dengan tema cita-cita, dan dikumpulkan minggu depan.
Saat istirahat berlangsung Tris dan
kawan – kawan bermain di halaman sekolah, memainkan sebuah permainan
tradisional yaitu Benteng. Cara bermain benteng cukup mudah dengan cara membagi
kelompok menjadi dua bagian kemudian masing-masing memilih wakil untuk menjadi
penjaga benteng, benteng tersebut berupa batu yang ukurannya sekitar 40cm.
Seluruh anggota harus membunuh lawan dengan cara mengejarnya dan menariknya kebatas
pertahanan, jika kelompok kita menginjakan kaki dibatu benteng kita tak bisa
dikejar atau ditangkap. Dan tugas kita yang terakhir mendapatkan batu benteng lawan
dengan cara menginjakan kaki kebenteng lawan.
Namun saat permainan sangat sengit,
tinggal sedikit pemain yang tersisa, waktu istirahat telah berakhir. Kini
waktunya Tris dan kawan-kawan masuk kelas kembali. Mereka melanjutkan pelajaran
kedua yaitu pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Mereka
mempelajari tentang pasal-pasal yang sudah diamandemenkan.
“Anak-anak ada yang ingin bertanya.”
Tanya Pak guru kepada murid-murid.
“Saya Pak!.Begini Pak guru, dibilang
di Pasal 34 ayat 3: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Tapi ini kita pe
sikola sama jembatan didekat rumah ku itu, kenapa so rusak semua, liat saja
atap sikola bocor, itu berarti kita belum dapat fasilitas pelayanan umum yang
layak pak guru.” Tris berekeluh.
“Oh , itu bukan pasalnya yang salah,
tapi pemerintah. Nanti kalau kalian jadi orang besar jangan cuman pentingkan
uang ya , tapi pentingkan rakyat.” Ucap Pak guru.
“ Ini Dilo so jadi orang besar Pak
guru, te ada dia pentingkan rakyat cuman makanan terus dia pikir.” Ucap Lore.
“ Bukan orang besar yang berbadan
besar saya maksud Lore, tapi orang besar sebagai pejabat.” Ucap Pak guru.
Sepulang sekolah Tris pergi bermain
perang-perangan disemak-semak, mereka membuat permainan tembak-tembakan yang
terbuat dari bambu, di sertai dengan peluru yang terbuat dari kertas yang
dibasahi,namun tak lama kemudian Rita pamit ingin pulang.
“Eee teman-teman pulang dulu saya
ee, dicari sa nanti.” Ucap Rita menuju arah tasnya.
“ Io , hati-hati eee.” Ucap Tris dan
teman-teman.
Tris dan teman-teman terus bermain
dengan asyik, tanpa mereka sadari hari sudah mulai gelap. Baju putih mereka
kini kotor penuh bercak-bercak tanah. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang
kerumah.
Sesampai dirumah diam-diam Tris
masuk kedalam rumah, dia takut karena kalau ayahnya tahu Tris lama pulang dan
bajunya kotor , ia bisa-bisa dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Ia melepaskan
sepatunya dan menentengnya. Namun tiba –tiba ayah Tris keluar dari kamarnya.
“Astaga, ini anak . Kenapa baru
pulang? Liat komiu pe baju so kotor sekali. Dari mana komiu ini ha, kemari komiu.”
Suruh Ayah Tris menuju ke arah kursi.
“Anu Pa. Tadi sa habis ba main sama
teman-temanku .” Ucap Tris sambil menundukan kepalanya.
“O begini eee, pulang sekolah itu langsung
pulang, jangan singgah bamain. E komiu kira te khawatir Mamamu itu dari tadi
batunggu komiu , gara-gara komiu pekerja itu, sakit lagi Mamamu. Sebenarnya sa
mau pukul komiu tadi, tapi karena Papa masih ingat mamamu, tambah parah nanti
sakitnya kalau sapukul komiu.” Ucap sang Papa sambil membentak Tris dan
memukul-mukul jari telunjuknya di meja.
“Pasti tadi komiu te sholat asar apa
ba main. Sudah sekarang pigi mandi sana baru itu sholat magrib.” Suruh Ayah
Tris.
Tris bergegas menuju kamarnya, dia
meletakan tas dan sepatunya. Setelah itu dia mengambil handuk dan menuju kamar
mandi. Setelah di kamar mandi Tris menggunakan pakaiannya, dan melaksanakan
sholat magrib. Sehabis sholat magrib ia berdoa dan teringat ibunya. Mungkin
jika ia pulang cepat tadinya, ibunya tidak akan kambuh sakit. Ibu Tris memiliki
penyakit asma sehingga saat ibunya kelelahan penyakitnya akan datang lagi.
Ia menuju kekamar ibunya dan memeganggi
tangan ibunya. Tris terus merasa sesal dari dalam dirinya. Kemudian ibunya
terbangun dari tidurnya.
“Eh , nak sudah pulang dan , dari
mana saja komiu nak khawatir Mama.” Ucap sang ibu sambi mengelus-ngelus kepala Tris.
“Maaf Ma, Sa sudah bekin mama sakit.
Tadi sa habis bamain sama teman-teman. Ini semua gara-gara saya , Mama jatuh
sakit.” Ucap Tris sambil menangis dan memeluk ibunya.
“Eh sudah , jangan menangis inga
komiu itu cowo masa menangis, Mama so maaf kan komiu sudah-sudah. Sudah makan
komiu nak?, itu di meja ada makanan.” Ucap sang ibu.
Selesai makan, Tris bersiap-siap
pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat Maghrib , disana dia bertemu dengan
Rita. Hanya Rita sendiri teman Tris yang beragama Islam. Lore beragama Kristen
Katolik dan Dilo beragama Budha. Saat keluar darri masjid Rita memanggil Tris.
“ Tris!.” Rita memanggil. Tris pun
berhenti dan menunggu Rita menuju ke arahnya.
“ Ee kenapa Rita,” Tanya Tris kepada
Rita.
“ Anu , besok kita mau pigi berenang
di pantai sama dorang Dilo , komiu mau ikut. Liburan kita hari minggu!.” Ucap
Rita sambil tersenyum.
“ Aih tidak bisa saya lee kasian, Mamaku
sakit jadi sa besok harus pi ke kebun
babantu Papaku.” Ucap Tris dengan muka lesu.
“ Sudah te Papa kalau komiu tidak
bisa, semoga mamamu cepat sembuh ee Tris.” Ucap Rita sambil memegang pundak
Tris.
“Io makasih banyak Rita, memang loe
sahabat gue yang paling baik.” Ucap Tris dengan logat sok ke Jakartaan.
“ Hahaha, e ada kelor di gigimu
bapaksa komiu jadi orang Jakarta.” Ucap Rita sambil tertawa.
Keesokan harinya, di subuh hari yang
sangat gelap, Adzan mulai berkumandang pukul 04.45 pagi. Tris terbangun dari
tempat tidurnya dia segera mencuci mukanya untuk menghilangkan rasa kantuknya.
Dengan mengenakan sarung berwarna dasar hitam dan bercorak kotak-kotak coklat,
dilengkapi dengan baju koko dan kopyah putih. Tris terlihat sangat gagah dan
bersinar seperti seorang ustadz. Tris siap berangkat kemusholah dekat rumahnya,
yang jaraknya kira-kira cukup dekat hanya100 meter. Sesampai di musholah Tris
tak lupa berwudhu terlebih dahulu dan menunaikan sholat berjamaah bersama
orang-orang di desanya.
Matahari mulai terlihat mengintip
dari ufuk timur, sudah waktunya meninggalkan waktu subuh dan menyambut waktu
pagi yang ceria ini. Suara jangkrik dan katak perlahan-lahan mulai menghilang .
Kini suara burung berkicau sangat merdu terdengar di Desa Tou-Tou. Hamparan
gunung yang menjulang tinggi dan area perkebunan terlihat sungguh mempesona.
Tris menghirup dalam-dalam udara yang sejuk ini, dia mengambil segala
perlengkapan untuk membantu Ayahnya berkebun mulai dari sabit , topi, dan
keranjang yang terbuat dari anyaman daun pandan duri.
Sesampai di kebun Ayah Tris mulai
memanen wortel-wortelnya, wortelnya masih terlihat segar berwarna orange.
Sedangkan Tris mernyortir wortel yang besar dan yang kecil. Untuk Wortel yang
kecil diupah 1000 per kilonya, dan untuk wortel yang besar diupah 2000 per
kilonya. Kebun Wortel ini bukanlah kebun milik Tris melainkan kebun milik Pak
Tarjo, Ayah Tris hanya berkerja dikebun ini. Kadang kala jika mereka
mendapatkan banyak wortel , Pak Tarjo akan memberikan 3 Kg wortel sebagai
bonus.
“Eee, nak istirahat dulu kita.” Ucap
Ayah Tris bergerak menuju saung.
Tris mengikuti ayahnya menuju saung
untuk beristirahat. Disana mereka makan
makanan yang cukup sederhana hanya sepiring nasi jagung di lengkapi dengan
Sayur kelor dan ikan Duo tak ketinggalan Teh manis panas.
“ Hu memang delicious ini makanan
pa.” Ucap Tris sambil tertawa.
“ Apa itu jeli saos?, teada jeli
disaos disini nak.” Ucap Ayah Tris
dengan mimik wajah bingung.
“ E , Pa bukan jeli saos . tapi
delicous itu bahasa inggris . artinya enak, lezat. “ ucap Tris.
“ Oh, bagus-bagus ternyata komiu
sopintar bahasa inggris.” Ucap ayah Tris sambil tersenyum.
Setelah beberapa lama akhirnya
pekerjaan mereka selesai, sebelum pulang Ayah Tris mengambil Upah nya senilai
30.000 Rupiah. Penghasilan hari ini cukup besar diterima ayah Tris dibanding
hari-hari kemarin yang hanya diupah 15000 rupiah. Karena hari ini mereka
mendapatakan lebih banyak Wortel yang besar. Dan hari ini mereka mendapatkan
bonus Wortel 3 kg.
Wortel yang mereka peroleh mereka jual kembali di pasar dengan haraga yang cukup
murah, 1 kg nya dihargai 5000 rupiah. Ayah Tris ,langsung pulang kerumah
sedangkan Tris masih pergi kepasar untuk menjualkan wortelnya di siang hari.
“Wortel-wortel 5000 satu kg” Teriak
Tris menjualkan dagangan nya dipasar.
Namun dari arah Selatan terlihat
orang –orang berlari kearah seseorang dan mengerumuninya. Tris menatap heran
kearah tersebut sambil memegang wortel-wortelnya, tetapi Tris tetap berteriak
menjualkan dagangannya. Lama kelamaan kerumunan itu menuju kearahnya, terlihat
seseorang bertubuh jangkung berjalan kearahnya, wajahnya nampak tak Asing dan
sangat Familiar. Pria itu membeli Seluruh Wortelnya, dibeli seharga 100000,
Tris sungguh gembira ternyata yang membeli wortelnya seseorang yang paling
disegani di Indonesia yaitu Presiden Joko Widodo. Tris tak menyangka akan
bertemu dengannya secara langsung, dulunya Tris hanya melihat Presiden yang
akrab dipanggil Jokowi di koran, ataupun televisi. Kini semuanya bisa dilihat
secara nyata.
Setelah membeli dagangannya Jokowi
bergegas meninggalkan pasar dan menaiki mobil pribadinya. Tris pun bergegas
pulang dan berlari sangat cepat. Ia tak sabar ingin memberitahukan ayah dan
ibunya dirumah.
“Papa, liat eee . Wortelku laku
semua ini uangnya.” Ucap Tris dengan nada gembira dan memberikan uang 100.000
nya.
“Uang dari mana ini , komiu ini so
berani bacuri e, mustahil itu mustahil wortel 3kg dibeli 100000.” Ucap ayah
Tris dengan nada marah.
Tris berlari menuju kamar, yang
awalnya wajah Tris ceria kini berubah menjadi murung. Dalam hati Tris ia merasa
kecewa kenapa Papanya tega menuduhnya sebagai pencuri. Tris menutupkan selimut
ke seluruh badannya.
“Hu Papa ini, itu so maraju Tris
gara-gara Papa sembarang batuduh-tuduh, sana bicara baik-baik sama Tris , tanya
uang dari mana 100000 itu.” Ucap ibu Tris sambil berdiri di hadapan ayah Tris.
Ayah Trispun membuka pintu kamar Tris,
dan duduk di samping tempat tidur.
“Maaf kan Papa nak, sa kira komiu
bacuri apa banyak sekali itu uang. Kalau boleh tau nak dari mana komiu dapat
itu uang.” Tanya ayah Tris sambil mengelus kepala Tris.
Tris membuka selimutnya dan duduk.
“ Tadi itu Pa, sa ketemu Jokowi baru
itu dia beli semua sa punya wortel . hama langsung dia bayar 100000.” Ucap Tris dengan wajah meyakinkan.
“Mama, Mama.” Ayah Tris berteriak
memanggil ibunya.
“E kenapa,papa teriak-teriak macam
ada kebakaran .” Ucap ibu Tris dengan nada panik.
“ Ini e, Tris baru ketemu Jokowi di
Pasar.”. ucap ayah Tris dengan nada gembira.
“Hama,io betulan, e ada dia ba bicara
dengan komiu.” Tanya ibu Tris dengan semangat 45.
“ Te ada Ma , habis babeli langsung
naik mobil dia.” Ucap Tris.
“ Oh begitu, e e.nak ! kenapa komiuu
te bafoto dengan dia?.” Tanya ayah Tris.
“E , Pa Hp saja te punya apalagi itu
kamera.” Ucap ibu Tris dengan logat kaili yang khas.
“ Haha, ia Papa lupa.” Jawab Papa
Tris sambil tertawa. Dan mereka pun tertawa bersama-sama.
********************
Jam menunjukan pukul 06.45, Tris
baru bangun dari tidurnya. Ia terkejut saat melihat kearah jam ternyata ia akan
terlambat pergi kesekolah. Tris mengambil handuk kekamar mandi namun ia
berfikir untuk tidak mandi kesekolah satu kali ini saja, ia hanya menggosok
gigi dan mencuci mukanya. Dan bergegas lari keluar rumah tanpa pamit kepada
ayah dan ibunya. Ia terus berlari karena takut terlambat namun mustahil untuk
sampai kesekolah dengan tepat waktu karena sekolah masih jauh kurang lebih 1
Km. Tak jauh dari arah Tris berlari , ada sebuah mobil open kap berwarna hitam
mengklaksonnya ternyata Mangge Sino. Mangge Sino tetangga Tris di Desa Tou-tou.
“Eh Naik Tris dari pada kau
lari-lari , sampai terlambat juga mending naik Jeni saja, Jeni sama Mangge mau
ba antar barang ke Kota Palu.” Ucap Mangge Sino. Mangge adalah sebutan untuk
paman dalam bahasa kaili, dan Jeni merupakan nama mobil kesayangan mangge
Sino.Tris pun naik tanpa berfikir panjang, dia duduk dibelakang bersama
barang-barang bawaan Mangge Sino.
Sesampai disekolah Tris tak lupa
mengucapkan terimakasih kepada mangge Sino.Trispun melanjutkan berlari ke lapangan
upacara, dengan suara sepatu yang keras dilantai. Dan ia segera berbaris.
“E, Tris tadi sakira komiu so duluan
pigi sikola, apa kitorang panggil-panggil komiu te ada menyaut .” Ucap Rita.
“Anu , saya tadi masih tatidur.
Syukur lee sa ketemu Mangge Sino di jalan jadi tidak terlambat sa ke sikola.”
Ucap Sino dengan ngosngosan.
“ Io , syukur te lambat komiu .” Ucap
Rita sambil mengenakan topi ke kepalanya.
Upacara bendera telah selesai
waktunya murid-murid masuk kedalam kelas untuk memulai pelajaran.Tris dan
kawan-kawan menunggu guru mata pelajaran untuk masuk. Sambil menunggu mereka
ada yang bermain, makan, dan bercerita.
“E, kamu tau kemarin sa ketemu
Jokowi , dia beli semua wortel yang saya jual senilai seratus ribu.” Tris menceritakan kepada Dilo, Lore dan Rita.
“Jangan percaya babohong
itu-babohong” Ucap Tio teman sekelas Tris.
“E .teman-teman kamu orang dengar Tris babicara katanya dia
ketemu Jokowi, sejak kapan Jokowi datang ke Desa Terpencil.” Teriak Tio.
“ Sa te babohong ihh, co komiu tanya
orang di pasar.” Ucap Tris dengan nada sinis.
“Sudah Tris begitu memang orang,
Syirik.” Ucap Lore kepada Tris.
Tiba-tiba ibu guru masuk kekelas dan
memberikan salam, murid-murid pun menjawabnya.
“Kenapa, ribut-ribut.” Tanya buguru
kepada murid-murid.
“Ini ibu , Tris bilang ada Jokowi
datang ke pasar kemarin. Adakan Jokowi datang ke desa terpencil.” Jawab Tio,
tak percaya.
“ Oh , ia betul sudah yang dibilang
Tris ada Jokowi memang datang ke Desanya kita.” Ucap buguru dengan nada yang
lembut.
“So, itu te baparcaya, malu mukamu
tohh.” Ucap Dilo.
Tio hanya diam dan sinis. Suasana
kelas kembali tenang, mereka belajar sesuai dengan bimbingan Buguru. Namun saat
mereka serius mengerjakan tugas. Hujan mengguyur Desa Tou-tou hal itu membuat
sebagian kelas di SD Petang Timur dibasahi oleh air hujan termasuk kelas Tris.
Ya memang nampak lubang-lubang pada atap sekolah yang cukup besar membuat air
begitu mudahnya melewati celah tersebut. Karena suasana kelas tak memungkinkan
akhirnya mereka pindah belajar ke mushola dekat sekolah. Di karenakan seluruh
kelas yang masih layak sudah terisi. Tak ada meja dan kursi bukanlah hambatan
buat Tris dan kawan-kawan belajar, yang penting mereka mendapatkan ilmu.
Sekolah Tris hanya terdiri atas 3
Kelas. Kelas 1,2, dan 3 masuk pukul 12.00-16.00 siang, sedangkan kelas 4,5,6 .
masuk pukul 07.00-12.00. Saat hujan melanda hanya kelas 6 yang bocor sehingga
mereka harus berpindah-pindah, biasanya mereka belajar di perpustakaan, atau di
mushola. Setelah hujan berhenti mereka kembali ke kelas saat waktu istirahat.
Di waktu istirahat mereka berkerja membersihkan kelas dan mengepelnya agar
kelas bisa digunakan kembali.
“Ba pece lagi, hu babersih-bersih
lagi capedeh.” Ucap Dilo sambil memegang tangkai pel.
“ Te apa cape yang penting kita bisa
belajar di kelas ini lagi Dilo.” Ucap Rita yang ikut membantu mengepel kelas.
Sepulang sekolah Tris memasakan nasi
menggunakan kayu bakar. Dan tak lupa pula Tris memasakan sayur kelor kesukaan
ibunya. Pertama-tama dia memasukan minyak goreng kemudian menumis bumbu-bumbu
yang terdiri atas 2 siung bawng putih dan 4 siung bawang merah, Tris memasukan
satu liter santan cair dan ditambahkan sedikit garam dan merica kemudian yang
terkhir Tris memasukan daun kelor yang masih segar disaat santan sudah masak.
“Mama ini makanan untuk Mama, Tris
masakan buat Mama.” Ucap Tris sambil menyuguhkan makanan ke Mamanya.
“Oh ia makasih nak.” Ucap ibunya.
Terdengar suara seseorang memanggil
dirinya dari depan pintu rumah, Tris bergegas menuju arah suara itu dan
membukakan pintu. Dilo dan Lore sedang memanggilnya bermain. Sebelum berangkat
bermain Tris meminta izin terlebih dahulu kepada ibunya.
“ Eh , Tis main apa kita sekarang?.”
Tanya Dilo kepada Tris.
“ Terserah kamu saja, saya mana-mana
kamu. E kemana Rita tumben te sama-sama kamu orang. Tanya Tris kembali kepada
Dilo dan Lore.
“ Tadi katanya dia ada pigi ke Palu
, ba pasiar dengan keluarganya. E teman bagaimana kalau kita pigi ba pancing
saja.” Ajak Lore.
“ Ide bagus, Anjo.” Ucap Tris dan
Dilo.
Mereka segera membagi tugas
masing-masing untuk menyiapkan alat pancingnya. Tris bertugas mencari bambu,
kemudian Dilo pulang kerumah untuk mengambik kail dan senar, sedangkan Lore
bertugas mencari umpan. Saat semuanya sudah terkumpul akhirnya mereka merakit
bambu menjadi pancing yang sederhana.
“Eh sudah PR nya kamu dua?.” Tanya
Dilo kepad Lore dan Tris.
“ Astaga ada PR , yang mana itu?. “
Tanya Lore kepada Dilo.
“ Bahasa Indonesia , besok
dikumpul.” Jawab Dilo.
“Oh, io e yang cita-cita itu , baru
komiu sudah?.” Tanya Tris kepada Dilo.
“Belum.” Ucap Dilo.
“ Sa kira kau baingatkan, so
selesai. Anjo pulang dan kita ba kerja PR sebelum gelap, nanti mati lampu lagi.
Akhirnya mereka membagi ikan yang
mereka dapatkan tadi dan pulang ke rumah masing-masing. Sesampai dirumah Tris
menyimpan ikannya di ember dan ia biarkan nati ayahnya yang memasaknya. Tris
mangambil buku dan pensilnya dia menuju ruang tamu untuk menulis Pr nya. Dia
menuliskan sebuah judul “Cita-citaku menjadi Presiden”.
“ Tris ini ikan besok jo Papa masak
e, apa masih ada juga makanan dirumah toh.” Ucap ayah Tris.
“ Ie , Pa .” Jawab Tris.
“ Ba kerja PR apa komiu, macam berat
betul ba pikir.” Tanya ayah Tris yang menuju kebangku ruang tamu dengan secangkir
teh di tangannya.
“ Pr Bahasa Indonesia, Ibu guru
suruh kita batulis cerita cita-cita Pa.” Jawab Tris sambil memegang pensil
ditangannya.
“ Oh , gagah itu. Baru apa komiu
tulis cita-ctamu.” Tanya ayah Tris.
“ Jadi Presiden Pa.” Jawab Tris
dengan semangat
“ Kalau mau jadi Presiden belajar
bae-bae, biar dapat beasiswa sikola gratis. Kalu te dapat beasiswa susah kita
mau lanjutkan sikolamu toh. Semoga komiu jadi Presiden nanti besar nak.” Ucap
ayah Tris.
“ Amin pa, Sa belajar sungguh
–sungguh sudah ini.” Ucap Tris dengan senyum kepada ayahnya.
Pagi hari yang sangat sejuk, udara
yang sepoi-sepoi melewati fentilasi kelas di sekolah petang timur. Suasana
tersebut menambah semangat belajar apalagi mereka sangat antusias ingin
membacakan cita-cita mereka. Dimulai dari anak yang dibelakang untuk membacakan
tugasnya.giliran demi giliran terlewati akhirnya menuju kebangku Tris. Tris
maju kedepan sambil mebawa buku tulisnya dan di membacakan cita-citanya kepada
teman-temannya.
“ Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatu,
hai teman saya Tris seorang anak yang bercita-cita untuk menjadi seorang
Presiden Republik Indonesia. Jika saya menjadi seorang Presiden nanti saya
ingin memakmurkan rakyat di pelosok-pelosok daerah, termasuk kampung kami. Dan
menyekolahkan anak-anak yang kurang mampu kesekolah yang layak digunakan .
Terima kasih. Wasalamualikum warahmatulahi wabarakatu.” Ucap Tris, dan kembali
ketempat duduknya.
“Ya , anak-anak sungguh bagus
cita-cita Tris menjadi seorang Presiden semoga mimpi kamu tercapai ya nak.”
Ucap Ibu guru.
Sepulang
sekolah Tris dan kawan-kawannya berjalan bersama-sama, dengan gerakan langkah
kaki yang sama. Mereka menceritakan mimpi merka masing –masing . Di belakang,
Tio dan kawan-kawan mengikuti Tris berjalan .
“
We , liat e ada Presiden kecil. Hahaha mustahil komiu jadi presiden masak anak
tukang kebun mau jadi presiden. Uang dari mana kata sikola tinggi-tingi.” Ucap
Tio sambil berteriak dan teman-temannya menertawainya.
Tris
pun berlari sangat kencang dan menangis terseduh-seduh, menuju rumahnya. Dia
langsung memasuki kamar dan mengunci pintu kamarnya. Lama kelamaan Tris
tertidur lelap di atas kasur kapuknya itu.
Di
kebun ayah Tris berkerja, Ayah Tio menghampiri ayah Tris. Ayah Tio juga
berkerja menjadi tukang kebun di kebun Pak Tarjo , sambil memetik wortel mereka
bercakap – cakap.
“
Aduh Papa Tris , kasian sekali anakmu itu tinggi sekali mimpinya Tio bilang dia
mau jadi Presiden. Mau bikin susah komiu dia itu jadi presiden itu harus kuliah
tinggi dan biaya tinggi. Kita orang ini pengahasilan sedikit mau makan susah
mau biayai kuliah lagi. Ucap Ayah Tio kepada ayah Tris.
“
Tidak, apa itu papa Tio , namanya juag anak-anak pasti banyak sekali mimpinya. “ Ucap Ayah
Tris dengan nada santai.
********************************
Dimalam
hari yang sangat gelap ini tak ada sedikit pun cahaya terlihat dilangit
segalanya telah terselimuti awan hitam. Angin berhembus sangat kencang didesa
Tou-tou, menghantam benda-benda yang ada di sekitarnya.
“Gubrak
“ suara menggelegar terdengar dari arah barat, warga desa yang terkejut
mendengar suara tersebut belum berani keluar rumah dikarenakan angin diluar
sangat kencang. Pasca angin kencang melanda Desa Tou-tou warga pun
berbondong-bondong menuju arah suara yang menggelegar itu , ternyata suara
tersebut berasal dari jembatan tua yang roboh dikarenakan angin kencang yang
melanda Desa Tou-tou semalam.
Terpaksa
hari ini Tris dan kawan-kawan libur sejenak, karena tak mungkin mereka akan
berjalan jauh menuju sekolah dengan keadaan jalan yang begitu buruk.
“
Besok kita bawa baju ganti saja berenang kita beseberangi sungai, apa kalau mau
lewat kampung sebelah jauh lagi kita pigi sikola. “ Ucap Rita kepada
kawan-kawannya.
Keesokan
harinya Tris dan kawan-kawan pergi menuju sekolah, mereka mengenakan
pakaian rumah terlebih dahulu untuk
menyeberangi sungai yang berjarak 50 meter itu. Baju , tas dan sepatu mereka
dibungkusi dengan plastik agar tak masuk air. Jembatan yang roboh bukan
hambatan buat mereka untuk bisa mengejar pendidikan.
Hari
demi hari mereka lalui dengan melewati jembatan tua tersebut dengan berenang
bersama-sama. Sampai tiba saatnya waktu Try out sekolah mereka harus melewati
sungai tersebut. Saat mereka sampai di tepi sungai , teman Tris yang bernama
Dilo menghilang entah kemana. Mereka memutuskan untuk mencarinya dari pada
pergi kesekolah dan melaporkannya kepada warga sekitar.Setelah melakukan
penyisiran selama berjam-jam akhirnya Dilo ditemukan di Desa sebelah, Tris
melihat wajah Dilo yang pucat dan terbujur kaku diangkat oleh warga sekitar
menuju tepi sungai. Tris dan teman –teman meneteskan air mata. Kini sahabat
mereka telah meninggalkan mereka untuk selamanya. Kini mereka tak diizinkan
untuk menyeberangi sungai lagi, dengan berat hati mereka harus mendengarkan
orang tua mereka dan berjalan kaki menuju sekolah sejauh 3 km, Tris dan kawan
–kawan harus bangun lebih awal di pagi buta agar tak terlambat pergi kesekolah.
Hari
ini Ujian nasional telah tiba, Tris menatap kearah bangku yang dulunya diduduki
oleh sahabatnya Dilo, di dalam hati Tri merasa sedih , jika Dilo tak pergi
begitu cepat mungkin Dilo masih bisa mengikuti ujian nasional bersama kami.
Tris sudah mempelajari kisi-kisi ujian semalaman, dia terlihat sangat lancar
mangerjakan kertas ujiannya. Lembar-demi lembar terlewati dan terselesaikan
tepat waktu.
*****************************************************
Pukul
12.00 telah tiba , anak-anak sekolah SD Petang Timur, mulai berkerumun didepan
mading sekolah. Mereka tak sabar melihat nama-nama mereka yang lulus di tahun
2015 ini. Tris dan kawan-kawan juga berkerumun di tempat itu sambil melihat
satu- persatu nama akhirnya ia menemukan namanya dideretan terakhir , ia
dinyatakan lulus. Tris sangat senang dengan hal tersebut akhirnya dia lulus
Tris pun memeluk kedua teman-temannya.
“
Tris.” Lia memanggil Tris. Tris bergegas menuju kearah Lia.
“Kenapa
Lia”. Tanya Tris.
“E,
komiu di panggil kepala sekolah sekarang di ruanganya. “ Jawab Lia.
Sesampai
diruangan Kepala Sekolah Tris langsung dipersilakan duduk di kursi, kepala
sekolah memberikan surat kepada Tris. Dia merasa takut dengan surat itu, apakah
kelulusannya akan tertahan karena dia belum membayar uang semester bulan ini.
Saat ia membuka surat tersebut ternyata ia mendapatkan beasiswa sekolah gratis
di SMPN 1 Palu. Tris bangga bisa bersekolah di sekolah ternama. Dia mencium
tangan kepala sekolah dan memeluknya. Tris sangat bersyukur dengan tuhan ,
karena tuhan telah melimpahkan rezeki kepadanya, dia tak sabar memberitahukan
kabar gembira ini kepada sahabatnya dan orang tuanya.
***********
6
tahun kemudian....Perbedaan antara kota dan desa mulai terasa, suasana yang
dulunya sangat sejuk menjadi terik. Kota Palu hari ini terasa begitu panas,
matahari terasa begitu dekat dengan asramanya membuat orang – orang didalam
asrama tersebut bermandi keringat. Sejak
SMP sampai kuliah Tris belum pernah meminta orang tuanya membiayai sekolahnya,
dia selalu mendapatkan beasiswa. Kali ini dia memperoleh beasiswa bidik misi.
Hari
ini hari pertama Tris menjadi mahasiswa baru di Universitas ternama di Sulawesi
Tengah yaitu Universitas Tadulako yang terletak di kota Palu. Tris pergi
kekampus untuk mengikuti pengarahan para senior, apa saja yang di persiapakan
untuk kegiatan ormik. Tris bangga bisa
masuk di prodi yang dia impikan yaitu Ilmu Komunikasi yang berada di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Tris sendirian , dia belum mendapatkan teman
seorang pun ia merasa mungkin nanti saat ormik dia baru menemukan teman se prodinya.
Hari
masih gelap, sang surya belum menampakn dirinya. Namun didalam asrama ,
orang-orang sudah mulai bersiap-siap berangkat ke kampus di pagi hari yang buta
ini. Tris juga telah menyiapkannya. Ia berjalan kaki menuju kampus tercintanya
ini , dia mengenakan topi bola yang di cat biru disertai dengan tas kardus yang
dibungkusi dengan kertas minyak berwarna orange. Tak lupa pula kaos kaki yang
di kenakan berbeda warna orang dan biru. Tris menganggap ini sesuatu hal yang
lucu, tak ada nilai positifnya mengenakan kostum seperti ini hanya nampak
seperti orang gila.
Senior
memriksa kelengkapan kostum mereka sebelum memasuki lapangan , namun Tris
tertahan di barisannya saat kaos kakinya ia kenakan salah yang seharusnya wrana
biru dikenakan di kaki kiri ia kenankan di kaki kanan dan sebaliknya yang
seharusnya kaos kaki orange dikenakan di kaki kanan malah di kenakan di kaki
kiri. Akhirnya Tris mendapat hukuman dari senior untuk menyanyikan lagu dengan
suara keras.
Saat
Tris berbaris ada seorang pria yang berpostur tinggi, kira-kira 162 cm. Jika
disandingkan dengan Tris , mereka berdua bagaikan jari jari tengah dan jari
telunjuk.Orang tersebut menghalangi pandangannya , Tris hanya bisa melihat
punggungnya.
“
Cowok, bisa sa berdiri di depanmu, apa te kelihatan leee.” Ucap Tris. Logat
kental kailinya sudah mulai memudar dikarenakan Tris sudah lama tinggal dikota
Palu.
“
oh , ia maaf. “ Ucap Pria itu.
“
Eh, siapa namamu kenalan dulu lee, apa teada teman ku disini.” Ucap Tris yang
sok akrab sambil mengulurkan tanganya.
“Saya
Trian, panggil Ian saja . namamu dan siapa.” Tanya Ian.
“
Saya Tris.” Jawab Tris.
“
Orang mana kamu?.” Tanya Ian
“Saya
, orang Donggala lee dari desa Tou-tou, kau dan?.” Tanya Tris kembali.
“
Saya dari Poso.” Jawab Ian.
Namun
dari kejauhan ada senior yang mengamati mereka berdua, akhirnya mereka di
panggil untuk maju kedepan.
“
Kamu dua ini bukan dengar pengarahan , malah becerita di belakang.” Ucap senior
dengan nada yang tinggi.
“
Tidak , kak kita dua cuman kenalan.” Ucap Tris.
“
Tadi dihukum, sekarang di hukum.kembali kebarisanmu!.” Suruh senior.
Selama
berbulan –bulan Tris dan Ian menjadi teman akrab, mereka satu kelas yaitu di
kelas b Ilmu Komunikasi. Teman baru bukanlah suatu penyebab untuk meninggalkan
teman yang lama. Sejak jauh dari sahabat-sahabat sekampungnya dulu Tris selalu
menuliskan sebuah surat maupun sms untuk sahabat- sahabatnya. Orang-orang di
kelas B memiliki keunikan tersendiri
berbagai suku ada dan juga tipe.
Ketua kelas , yang bernama Andi
memasuki kelas. Ia menginformasikan bahwa besok Timnas U 19 datang kekampus
kita. Hal ini membuat Tris terkejut, berarti Lore sahabatnya akan datang
kekampus. Tris sangat senang ia ingin
mengenalkan Lore dengan teman-temannya di kampus. Saat didalam kelas ribut
dengan informasi Timnas U-19. Dosen yang ditunggu-tunggu telah datang ,suasana
yang tadinya ribut menjadi tenang. Hari ini Tris sedang mempelajari Mata Kuliah
Creative Writing .
“ Anak-anak hari ini , kalian harus
menulis cerita kamu atau pengalaman kamu. Disini kalian dapat belajar menciptakan
kreatifitas.” Ucap ibu Dosen.
Sebagian teman sekelas Tris terlihat
murung dengan tugas tersebut, namun bagi Tris tugas ini menjadi tantangan untuk
kedepannya. Tris menuliskan pengalaman nya bersama temannya sewaktu SD dulu
betapa sulitnya ia menempuh pendidikan di desa terpencil itu, saat sedang
asyiknya menulis temannya yang bernama Opie mengganggunya, namun Tris tetap
fokus menulis ceritanya.
Sudah saat nya Tris menuju depan
asrama menunggu jemputan temannya Ian, setelah beberapa menit Ian pun datang
menjemputnya . Mereka bersama-sama menuju auditorium untuk bertemu dengan
Timnas U-19. Tris membawakan sebuah kado untuk Lore.
“ Tris.” Seorang wanita berteriak
kearah Tris. Dia nampak bingung siapa wanita yang memanggil dia itu. Wanita itu
semakin dekat dan menyapa Tris ternyata wanita itu adalah Rita teman kecilnya.
“ Astaga, kau dan Rit, ciee so pake
jilbab cantik sudah kau. kenapa tidak babilang-bilang kamu kuliah di Untad, hu
babohongi saya dan kau ini e katanya te kuliah.” Ucap Tris sambil mencubit
Rita.
“
so dari dulu sa cantik Tris.Kejutan leee jadi sa temau bilang, e Lore mau
datang kemari kata e. Tris siapa ini disampingmu mirip Dilo bacina-cina.” Tanya
Rita.
“Ini Ian teman sekelas ku, eh
kenalan dulu kamu dua.” Jawab Tris.
Mereka hanya berfoto dan berbicara
sebentar dengan Lore , karena Lore akan berangkat lagi kekota Jakarta. Tak lupa
Tris memberikan kadonya kepada Lore dan lore mengucapkan terimakasih kepada
Tris.
Sudah saatnya Tris meninggalkan
kampus tercinta ini, 3 hari lagi Tris mengikuti wisuda di kampus tercinta ini.
Predikat cum laude yang membanggakan ia raih. Di asrama dia selalu menuliskan
ceritanya sampai diari nya layak di publikasikan.
“ Cie sudah wisuda duluan dia.” Ucap
Ian kepada Tris.
“ Alhamdulilah, kamu juga kasih
cepat supaya S.Ikom, kamu juga Rita supaya cepat jadi dokter, e kasih lulus
memang. Tolong-tolong orang di desa. Bagemana mau cepat kamu dua cuman pacaran
terus.” Ucap Tris sambil memberikan nasehat.
“ ia, ia. Wess teraktir sa nanti
eee.” Ucap Rita. Kepada Tris.
“ ia nanti sa traktir.” Ucap Tris
kepada Rita.
3 hari telah berlalu .Wisuda telah
dimulai Tris , masih menunggu diluar. ia menanti kedua orang tuanya datang,
sebentar lagi namanya akan di panggil kedepan . Rita dan Ian menyuruh Tris
masuk kedalam karena namanya sudah dipanggil. Setelah melakukan penyerahan Tris
kembali menelfon ayahnya. Namun terdengar suara tersedu-tersedu dari seorang
wanita yaitu ibunya sendiri.
“Tris, papamu Tris. Papamu
meninggal.” Ucap Ibunya menangis tersedu-sedu.
Tris langsung duduk termenung , air
mata membasahi pipnya. Ian dan Rita menenangkan Tris. Sehabis wisuda selesai
Tris meminta Ian untuk mengantarnya ke kampung halamannya.
Sesampai di kampung halaman terlihat
bendera putih didepan rumahnya. Tris berlari menuju mayat ayahnya. Dia menagis
tersedu sedu. Ibunya menceritakan mengapa ayahnya meninggal. Saat Ibu dan ayah
Tris menuju kota Palu untuk melihat Tris wisuda, mereka mengalami kecelakaan
ibu Tris terhempas kesemak-semak, sedang kan ayah Tris mengalami benturan yang
cukup kuat di bagian kepala yang menyebabkan pendarahan otak. Tris tak kuasa
menerima hal ini, dia belum bisa membahagiakan ayahnya sendiri.
***************
Tahun 2030 telah tiba, telihat
seorang ber jas tengah diwawancarai oleh banyak reporter. Mimpi Tris kini telah
terwujud, dia menjadi seorang presiden Republik Indonesia. Tris menerbitkan sebuah buku yang selama ini
ia tulis yang berjudul “Mengejar Pendidikan” kini ia sudah memiliki keluarga
yang baru, seorang istri yang sholehah dan 2 orang anak yang pintar. Ibu Tris
kini tinggal di Jakarta serumah dengan Tris.
Hari ini Tris dan keluarganya akan
menuju Desa Tou-tou untuk berziarah kemakam sahabatnya Dilo dan Ayahnya.
Sesampai di kampung halaman Tris di sambut oleh orang-orang kampung. Tio teman Tris sewaktu SD juga menyambutnya.
Tio sangat eksis didepan kamera wartawan dia mengatakan bahwa Tris sahabat kecilnya,
mereka sejak kecil selalu bersama. Sesampai di pemakaman Tris dan keluarga
menaburkan bunga.
“Papa kini, semua harapan ku telah
terwujud. Andai papa masih hidup pasti papa akan bangga melihat Tris menjadi
seorang Presiden.” Ucap Tris sambil berdoa di makam ayahnya.
Betapa beratnya cobaan Tris untuk
mengejar pendidikan, impian yang dulu dia harapkan kini menjadi nyata karena
tekat dan usahanya.
Cobaan bukanlah halangan
untuk Mengejar Pendidikan, namun cobaan adalah tantangan untuk Mengejar
Pendidikan,
Terus Kejar Pendidikanmu anak bangsa untuk
meraih kesuksesan demi Indonesia.
Penulis
Aisyah Rokhimah
Komentar
Posting Komentar